Jenazah ke-38 dan ke-39

Jenazah ke-38 dan ke-39
Dua mobil ambulans menjemput jenazah VS dan SILU di Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT pada 14 Oktober 2020

13 Oktober 2020 

Selasa (13/10/2020) pagi, aku bersama suster Laurentina, SDP berangkat ke kantor Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2PMI) untuk mendampingi keluarga jenazah atas nama VS dan SILU yang akan tiba di tanah air besok siang, Rabu (14/10/2020) di Kupang. Beberapa hari sebelumnya, kami sudah memperoleh kabar duka dari seorang jenazah atas nama SILU yang tidak memiliki majikan. Hal ini membuat kami bingung, sebab tanpa majikan, proses pemulangan jenazah tidak akan mudah. Tentu sangat sulit untuk menanggung biaya pengiriman jenazah kembali ke tanah air. Berdasarkan keterangan yang kami peroleh, SILU berasal dari Alor, namun ayahnya sudah menetap di Oebufu Kupang sejak lama. Oleh karena itu, jenazah SILU akan disemayamkan di pemakaman umum Liliba, Kupang.

Saat tiba di rumah duka, kami disambut dengan ramah oleh keluarga. Mama pendeta Emmy segera memperkenalkan anggota rombongan yang datang. Ayah SILU segera membuka pembicaraan dengan menuturkan kesedihannya pasca kepergian SILU.

“Suster dan mama pendeta, kalau saya mau cerita ini saya pasti menangis karena dia ini satu-satunya anak perempuan dan satu-satunya yang pergi merantau, ujarnya dengan berurai air mata.

“Saya tidak pernah mau jika dia pergi ke luar negeri, karena keluarga kami tidak ada yang merantau. Namun saya tidak bisa melarang jika dia punya kemauan yang bulat. Apalagi ia merupakan anak yang keras kepala,tambahnya.

“Dia juga tidak selesaikan SMA-nya. Dia lari dari kampung datang ke Kupang dan saya yang berusaha mencarinya. Akhirnya ketemu dengan dia yang sudah menggendong anak,ujarnya lagi.

SILU telah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini berusia delapan tahun. Gadis manis itu terlihat ceria saat bertemu dengan kami. Tidak ada tanda kesedihan di wajahnya. Maklum saja, ia masih terlalu kecil untuk mengerti hal pedih yang sedang menimpanya.

“Kemarin anak perempuannya, cucu saya bercerita bahwa ia melihat mamanya duduk di tempat tidur. Ia mengikuti kemanapun anaknya pergi bahkan hingga ke luar rumah. Setelah itu, bayangannya seketika menghilang. Meskipun sudah tujuh tahun tidak melihat ibu kandungnya, ia masih mengingat perawakan ibunya sehingga saat didatangi oleh arwah ibunya. Ia tahu,” terangnya.

Keluarga dari SILU juga mengisahkan bahwa selama hidupnya, SILU bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama kurang lebih tujuh tahun. Namun, ketika ia sakit, majikannya meminta agen untuk mengambilnya. Hal itu membuat SILU tidak memiliki majikan sehingga proses pemulangan jenazah mengalami kendala dalam hal biaya. SILU meninggal dunia pada usia ke-36 tahun karena kanker paru-paru pada 5 Oktober 2020, pukul 18.00 waktu Malaysia.

Setelah mendengar kisah tentang SILU dari penuturan sang ayah, Suster Laurentina SDP segera menyampaikan maksud kedatangan kami untuk membantu meringankan beban keluarga dengan memberikan uang duka. Namun sebelum menyerahkan uang itu, ia menegaskan kepada keluarga untuk tidak terburu-buru mengirimkan uang tersebut kepada teman SILU yang selama ini mengurusnya di negara penempatan.

“Begini mama, kita ini tidak mau kalau pada akhirnya keluarga sampai ditipu. Kita sudah pernah mengalaminya. Oleh karena itu, kita minta keluarga untuk berhati-hati,ujar Suster Laurentina SDP.

“Jadi saya mau kasih saran supaya uang yang sudah terkumpul ini dikirimkan ke teman saya yang ada di Malaysia. Teman saya ini sangat bisa dipercaya karena ia sudah terbiasa mengurus kepulangan jenazah di Malaysia. Nanti teman SILU yang ada di Malaysia bisa datang untuk mengambil uangnya dengan surat-surat yang lengkap,terang suster Laurentina SDP.

Keluarga segera menerima saran tersebut dengan baik. Mereka menerima uang duka yang terkumpul berkat narasi tentang PMI SILU yang dikirimkan oleh suster Laurentina SDP kepada teman-teman jaringan. Puji Tuhan mereka tergerak mengumpulkan sejumlah uang sehingga bisa membantu meringankan beban keluarga. Semoga orang-orang yang sudah mendonasikan uang mereka untuk membiayai pemulangan jenazah SILU selalu diberkati Allah Bapa yang Maha Kuasa.

Keluarga sangat berterima kasih dan merasa terhibur. Ayah SILU terlihat beberapa kali mengusap air mata yang mengalir tiada henti dari sudut matanya. Kami segera berpamitan kepada semua keluarga dan akan bertemu di Kargo pada hari selanjutnya.

Keesokan harinya, Rabu (14/10/2020) Tim Jaringan Solidaritas Anti Perdagangan Manusia bersama keluarga yang berduka menyambut kedatangan dua jenazah atas nama VS dan SILU di Bandara El Tari Kupang. Sesuai dengan jadwal penerbangan, kedua jenazah akan tiba di Kupang pukul 12.45 WITA. Kami berteduh di bawah pohon beringin dan menanti dengan sabar kedatangan kedua jenazah tersebut.

Sembari menanti jenazah, aku mendapat informasi dari keluarga VS tentang penyebab kematiannya. Ayah dua anak ini meninggal pada usia 49 tahun pada 4 Oktober 2020 lalu, pukul 09.15 pagi waktu Malaysia di negara penempatan Malaysia. Penyakit Pontine Haemorrhage (pendarahan intrakarnial) telah merenggut nyawanya. Ia sudah mengais rejeki selama kurang lebih sebelas tahun di negeri Jiran Malaysia demi menafkahi seorang isteri dan dua orang anaknya yang masih setia menunggu kepulangannya di kampung.

Jenazah PMI ini segera diterbangkan dari Kuala Lumpur dengan tujuan Jakarta pada 13 Oktober 2020. Pada 14 Oktober 2020 pagi jenazah segera diberangkatkan dari Jakarta menuju ke Kupang. Selama belasan tahun hidup di Malaysia, keluarga mengetahui bahwa pekerjaan terakhir yang digeluti VS adalah sebagai seorang mandor di kebun kelapa sawit. Sebelum meninggal, VS pernah mengeluhkan sakit pada bagian kepalanya. Meskipun keluarga meminta agar ia segera melakukan pemeriksaan ke rumah sakit, ia bersih keras hanya mengonsumsi obat seadanya hingga ajal menjemputnya.

Kedua peti jenazah akhirnya terlihat di Kargo Bandara El Tari Kupang, NTT. Tangisan keluarga pecah dan terdengar memilukan. Ayah  SILU segera berlari menghampiri jenazah dan berlutut memeluk peti jenazah yang berbalut terpal. Ia menyambut kedatangan anak perempuannya dengan penuh duka. Tidak ada suara tangisan yang keluar namun air matanya terus mengalir tanpa henti.

Ayah SILU berlutut menyambut jenazah pada Rabu (14/10/2020) 

Kami menyambut kedua jenazah dalam doa. Mama Pendeta Emmy Sehartia segera memimpin doa untuk SILU dan suster Laurentina, SDP memimpin doa untuk VS. Setelah selesai berdoa, sirine mobil jenazah dikumandangkan. Perlahan mobil ambulans merayap menyusuri tanah karang menuju ke tempat peristirahatan.

Jenazah SILU dibawa ke rumah duka di Gang Harmoni, Jalan Bajawa, RT 36 RW 11, Kelurahan Fatululi, Kota Kupang dengan mobil jenazah JPIC Divina Providentia, sementara jenazah VS disemayamkan di rumah keluarganya untuk sementara waktu di Sikumana sambil menunggu pemberangkatan pada hari selanjutnya menggunakan KM Siguntang ke Maumere. Setelah VS tiba di Maumere, pihak keluarga akan membawanya ke rumah duka di Desa Reka, RT 004 RW 002, Kecamatan Ndona, Kabupaten Ende.

Kami menunggu beberapa saat di kargo hingga kedua mobil jenazah menghilang dari pandangan. Lamat-lamat kuresapi kejadian yang baru saja terjadi. Memilukan. Semoga Allah Bapa Yang Maha Kuasa menyertai keluarga yang ditinggalkan dan memberikan kekuatan serta ketabahan menghadapi kenyataan hidup di masa yang akan datang. Sangat bersyukur bahwa seluruh proses pemulangan pada akhirnya berjalan dengan lancar sehingga upaya Tim Jaringan Solidaritas Anti Perdagangan Manusia bersama keluarga membuahkan hasil yang diharapkan yakni mampu memfasilitasi pemakaman jenazah PMI di kampung halamannya secara layak sebagai penghormatan terakhir.