Kisah Jenazah PMI Asal Adonara Tiba Bandara El Tari Kupang Tanpa Air Mata Keluarga
(Catatan Gres Gracelia dalam Penjemputan Jenazah PMI I asal NTT)
Siarindo.com-Langit di Kota Kupang masih belum bersahabat. Rinai hujan terus membasahi jalanan dan seisi Kota Kasih.
Tetapi kami harus bergegas ke Cargo Bandara El Tari Kupang yang sedang diselimuti mendung pekat.
Hujan sedang yang turun secara konsisten mengharuskan kami untuk berlindung sejenak di bawah pos jaga Cargo. Pos itu, tampaknya baru selesai dibangun.
Di sana ada beberapa teman dari Tim Pelayanan Cargo, juga Kak Steven, petugas BP2MI Kupang yang selalu kami jumpai di Cargo Bandara El Tari Kupang sejak beberapa tahun terakhir.
Kami sama-sama ingin menjemput Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT yang bekerja di Malaysia.
"Ini PMI pertama di tahun 2023," kata Kak Stevan, yang selalu setia melayani dan mengurus kepulangan jenazah PMI ke kampung halamannya masing-masing.
Kata Kak Stevan, pada 2022, ada 105 Jenasah PMI dan 27 Jenazah AKAD (Angkatan Kerja Antar Daerah) yang diurus oleh BP2MI.
Jam di HP saya sudah menunjukan pukul 12.45 WITA, namun belum ada satu pun Keluarga dari Jenazah yang tiba di ruang tunggu Cargo.
Tak lama berselang, sebuah mobil ambulance bergerak masuk ke dalam parkiran Cargo dan kami dipersilakan untuk menjemput Jenazah PMI itu.
Menyambut Jenazah di pintu Cargo merupakan momentum paling menyedihkan.
Setidaknya, itu yang saya alami selama beberapa kali terlibat bersama teman-teman yang selama ini menaruh perhatian pada kepulangan Jenazah PMI maupun AKAD asal NTT di Cargo Bandara El Tari.
Dimana seringkali Jenazah itu tidak dijemput oleh keluarganya.
Kadang-kadang, ada yang sudah berjam-jam bahkan sehari di Cargo baru dijemput, itu pun kalau laporannya sampai ke BP2MI.
Itu pulalah yang terjadi hari ini, Sang Jenazah sudah berbaring di Cargo Bandara sejak pagi.
Sebelumnya, kami mendapat informasi bahwa bahwa jenazah itu baru tiba dengan Pesawat Garuda pukul 12.35 WITA. Tetapi dia tiba lebih awal dengan Batik Air pagi.
Sebuah Peti berwarna putih digiring ke luar dari ruang Cargo. Para petugas Cargo, perwakilan BP2MI dan supir ambulance perlahan-lahan menggotong Jenazah itu ke dalam ambulance.
Hening, tak ada isak tangis bahkan tanpa air mata yang menetes di Cargo, selain raut wajah sedih para penjemput.
Sementara saya hanya bisa meratapinya dalam hati sambil berbisik, "Tuhan... Ini sedih sekali, sedih sekali ini Tuhan e.."
Peti sudah masuk ke Ambulance, saya baru sadar kalau Jenazah yang pulang itu berasal dari Desa Klukengnuking, Kecamatan Wotan Ulumado, Adonara, Flores Timur.
Saya makin sedih. Dalam hati saya bergumam, kalau saja dari tadi tahu kalau Alm berasal dari Adonara, mungkin saya bisa informasikan ke keluarga Adonara di Kupang untuk sama-sama menjemputnya.
Tapi begitulah rata-rata kondisi yang dialami PMI dan AKAD yang pulang dalam keadaan Jenazah. Seringkali pulang tanpa disambut keluarga di Cargo.
Alm. Abdul Rahman (60 Tahun) merupakan Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural di Malaysia.
Kabarnya, Ia meninggal setelah lama melawan penyakit jantung dan kencing manis yang dideritanya.
Karena tidak ada keluarga yang menjemput, tim Pelayanan Cargo dan BP2MI bekerja sama dengan Pemulasaraan Jenazah RSUD untuk disemayamkan sementara sambil menunggu jadwal kapal.
"Amak... Maiko e.. (Bapa... Selamat ee)" Saya menepuk peti Jenazah yang sudah siap diantar ke RSUD W. Z Johannes.
Saya merasakan sedih mendalam dan terus membatin. Di tengah cuaca ekstrem yang sedang melanda sebagian besar Indonesia termasuk NTT akhir-akhir ini, semua kapal ASDP tidak ada yang beroperasi.
Satu-satunya yang bisa diharapkan ialah kapal Pelni. Itu pun baru bisa membawa Jenazah pada Senin(09/01/2023) via pelabuhan Ende.
Itu artinya, selama dua malam ke depan Jenazah Alm Abdul Rahman akan dibaringkan di Ruang Pemulasaraan Jenazah di RSU W.Z. Yohanes Kupang tanpa ditemani satu pun keluarga.
Ruang Pemulasaraan Jenazah RSUD W.Z Johannes Kupang. (Gres Gracelia)
Hal itu benar-benar membuat saya sedih. Saya tak mampu membendung air mata. Saya memutuskan ikut mengantarnya sampai di RSUD W. Z Johannes.
Saya ingin membakar lilin, mengirimkan doa dan menemaninya sebentar di ruang Pemulasaraan Jenazah.
Namun, saya bersama teman terlambat tiba di RUD W. Z Johannes dan Jenazah sudah di bawa masuk ke ruangan yang langsung dikunci petugas.
Saya hanya bisa berdoa dari luar ruangan agar Jenazah Bapa Abdul Rahman dilindungi selama menanti kapal, hingga nanti kembali ke kampung halaman, bertemu istri anak dan sanak keluarga untuk dimakamkan dengan layak.
Ini merupakan pengalaman pertama menjemput Jenazah awal tahun yang benar-benar menguras perasaan.
Saya bisa merasakan bagaimana anak-anak Alm Abdul Rahman begitu rindu, menantikan kepulangan sang ayah, tulang punggung keluarga ke rumah, kampung halaman di tengah cuaca yang tak menentu ini.
Apa yang saya rasakan dan dialami Alm. Abdul Rahman, juga data yang ditunjukan BP2MI menunjukan bahwa betapa peliknya persoalan pekerja migran kita.
Di sisi lain, praktek perdagangan orang terus langgeng dan tak pernah hanis di provinsi yang selalu berharap agar nanti Tuhan tolong ini.
PMI yang pulang dalam peti mati selalu terjadi setiap tahun bahkan bulan dan Minggu yang entah kapan semua ini bisa berhenti.
Sampai kapan peristiwa-peristiwa pilu ini tidak berulang tahun. Pertanyaan ini tentu menjadi PR besar bagi pemerintah, semua pihak yang menaruh perhatian pada kemanusiaan.
Fenomena ini, hendaknya membuka mata kita semua untuk peduli dan menjadi bagian dari perjuangan menghentikan Human Trafficking.
Ini memang bukan perjuang mudah, ini jalan panjang yang harus dilalui semua orang demi menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan.
Jenazah Bapak Abdul Rahman yang tiba di Cargo Bandara El Tari Kupang tanpa disambut keluarga, hingga sendirian di Ruang Jenazah benar-benar menggugah nurani, untuk ambil bagian dalam memerangi kejahatan luar biasa yang bernama human trafficking.
Di luar sebagai orang yang peduli dengan masalah kemanusiaan, yang menaruh perhatian pada isu perdagangan orang, sebagai Perempuan Adonara, saya merindukan agar kasus Alm. Bapak Abdul Rahman ini tidak terulang lagi.
Semoga ini bisa membuka mata semua keluarga besar Adonara di Kupang, agar ke depannya tidak ada lagi cerita Jenazah PMI atau orang Adonara yang meninggal di tempat lain dibiarkan sendirian di Cargo atau di ruang Jenazah.
Semoga ke depan, perkumpulan keluarga dan mahasiswa Adonara di Kupang ke depannya bisa menaruh perhatian pada isu kematian dan kepulangan Jenazah PMI ini.
Ke depan, bisa saja ada lagi PMI-PMI dari Adonara atau Flores Timur pada umumnya yang bernasib sama dengan Alm. Bapak Abdul Rahman.
Kita tentu tidak menginginkan hal itu terjadi, tetapi faktanya bahwa Bapak Abdul Rahman bukan orang pertama PMI asal Flores Timur yang meninggal di luar negeri dan pulang lewat Bandara El Tari Kupang.
Karena itu, sebagai orang Lamaholot dan masyarakat Flobamora yang menjunjung tinggi kemanusiaan, berharap sekali agar ini bisa menjadi perhatian bersama.
Peristiwa yang dialami Alm. Bapak Abdul Rahman ini benar-benar memilukan dan menggugah hati , semoga tidak ada lagi ke depannya yang mengalami seperti ini.
Mereka, Jenazah PMI itu ke depannya semoga bs dilihat sebagai diri kita sendiri atau keluarga kita, yang mesti disambut sebagaimana ketika mereka pulang dalam keadaan hidup.
Ini juga harus menjadi sebuah panggilan bagi kita semua untuk mulai peduli dengan isu seputar pekerja migran dan human trafficking.
Ini bukan masalah biasa, ini masalah luar biasa yang merenggut nurani dan kemanusiaan kita sebagai sesama orang Lamaholot dan sebagai sesama orang Flobamora.
Harapan yang sama ini tentu juga untuk keluarga dari semua daerah di NTT agar mulai memberikan perhatian serius terhadap masalah pekerja migran. Melawan mafia human trafficking dengan terus mengedukasi sesama, mulai dari keluarga dan lingkungan sekitar kita untuk melindungi keluarga kita dari praktek perdagangagan orang.