My Trip My Adventure

My Trip My Adventure
Suasana jalan menuju kampung Kuale’u

26 Maret 2019

Anggota meja makan di pagi ini, Selasa (26/03/2019) bertambah berkat kehadiran YM. Ia menikmati obrolan kami yang selalu ramai. Sesekali ia juga turut andil membagikan ceritanya. Ia mengaku tidak bisa tidur nyenyak karena suasana Kupang yang panas. Sepertinya, YM membutuhkan waktu untuk kembali menyesuasikan diri dengan suasana provinsi asalnya yang ekstrim.

Usai makan, aku diajak Suster Laurentina PI untuk ikut mengantar kepulangan YM ke tempat kelahirannya di Kampung Koale'u, Oinlasi, Timor Tengah Selatan (TTS). Semoga saja aku tidak mabuk. Sebelum mengantar YM hingga ke kampung halamannya, Suster Laurentina PI terlebih dahulu melapor ke BP3TKI. Mereka di jemput oleh kakak laki-laki dari YM menggunakan mobil pick up.

Aku bersama Suster Matilda PI menaiki mobil pick up milik kakak laki-laki YM, sedangkan Suster Laurentina PI dan YM bersama dengan tiga orang petugas BP3TKI menggunakan mobil BP3TKI. Suster Matilda PI duduk di depan sedangkan aku di bak bagian belakang bersama saudari tertua YM dan dua orang anak perempuannya. Di pasar Oesao, seorang laki-laki yang merupakan keponakan dari YM juga bergabung bersama kami.

Ketika tiba di persimpangan Desa Oinlasi, aku mabuk berat. Awalnya aku duduk di sebuah papan yang dijadikan tempat duduk, pusing menyerang dan mual membuatku terduduk dengan lutut terkekuk. Kepalaku bersandar di papan. Suster Matilda PI yang melihat keadaanku memberikan balsam, namun tetap saja perutku mual. Perjalanan terus berlanjut.

Dari jalan mulus beraspal, kami memasuki jalan rusak berbatu yang terjal. Lubang yang tergenang air membuat posisi duduk kami tidak seimbang, bergoyang dan semakin membuatku mual. Dari aspal, kami tiba di jalan tanah putih, lalu tanah coklat dengan genangan air yang menenggelamkan hampir separuh ban pickup yang kami tumpangi. Perjalanan ini membuat seisi penumpangnya lelah, termasuk om supir. Secara tiba-tiba, pickup melaju tidak terkendali saat melewati lubang besar. Aku terdorong ke belakang, kehilangan kendali. Untung saja dua koper besar milik YM menahan kepalaku yang hampir saja mengenai bagian mobil yang lain. Hari ini, aku tidak jadi geger otak. Namun, kenaasan ini menjadi bahan tertawaan bagi mereka. Aku pun menertawai diriku yang tidak bisa berhati-hati. Tidak masalah bagiku ketika semua menertawai kelucuanku. Setidaknya, kehadiranku bisa menghibur mereka.

Setelah menempuh perjalanan terjal yang berliku, kami tiba di gereja Santo Paulus, Desa Oinlasi. Aku segera turun dari mobil pickup dan segera merenggangkan badan yang kaku. Kali ini rasa mualku hilang setelah menikmati pemandangan bunga warna warni yang luar biasa indah. Kuhirup udara segar dalam-dalam untuk menyegarkan paru-paru yang selama ini terkontaminasi dengan polusi. Aku akan mengabadikan momen ini dan mengunggahnya di akun media sosialku.

Kedatangan kami disambut oleh Romo Sebastian. Ia mempersilahkan kami duduk di sofa dan menyuguhkan minuman. Salah satu petugas BP3TKI, Ibu Novi segera menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan kami. Ia meminta kesediaan Romo Sebastian sebagai saksi saat membuka beberapa barang berharga berupa emas, buku tabungan dan beberapa lembar uang tunai yang di bawa YM dari Malaysia.

Setelah semuanya selesai, hari sudah terlanjur gelap. Kami tidak bisa melanjutkan perjalanan ke kampung Kuale’u pada malam hari karena terlalu terjal dan beresiko. Kami diminta Romo Sebastian untuk bermalam. Sebelum tidur, kami santap malam bersama keluarga besar YM. Hidangan yang sudah disediakan oleh ibu-ibu dapur sangat nikmat. Aku tidak sungkan menyantapnya, apalagi aku juga turut berpartisipasi dalam menyajikan sayur kelor bersama YM.

Suster Laurentina PI segera menunjukkan kamar yang akan kami tempati. Di dalam kamar, ada 3 tempat tidur. Kakak YM beserta anaknya memilih di tempat tidur bagian tengah. Aku bersama YM di tempat tidur paling ujung, sedangkan Ibu Novi di bagian yang lain.

Sebelum tidur, aku mengguyur tubuhku dengan air segar yang bening. Sekalipun sudah mandi, aku harus kembali mengenakan baju dan celana yang sama karena tidak ada rencana untuk menginap.

Aku segera memutuskan untuk tidur lebih awal dari yang lain. Ibu Novi masih sibuk dengan surat-surat pernyataan, sedangkan YM dan saudarinya masih berbagi kisah tentang pengalamannya di Malaysia. Mataku segera terpejam sambil berharap bahwa besok perjalanan kami lancar dan kondisi tubuhku bugar alias tidak mual. Aku berharap bisa menikmati perjalanan menyenangkan sembari memanjakan mata dengan pemandangan-pemandangan indah. Semoga.

***