Penjemputan Jenazah Ke-12

Penjemputan Jenazah Ke-12

08 Juni 2020

Ada suka ada duka, ada tawa ada tangis, ada bahagia ada sedih. Roda kehidupan terus berputar, satu menit yang lalu kita bisa merasa senang namun satu menit kemudian kita bisa menangis tersedu. Warna warni kehidupan.

Hari ini, Senin (8/6/2020) setelah sekian lama tidak menyapa Kargo Bandara El Tari Kupang, akhirnya kuberi salam pada tempat yang menjadi saksi bisu kedatangan jenazah para PMI asal NTT. Untuk kesekian kalinya, kabar duka datang dari Jiran Malaysia. Kenyataan pahit kurasakan saat menyambut kepulangan putri NTT, ME yang sudah terbujur kaku di dalam peti.

ME diketahui meninggal pada Minggu (30/05/2020), pukul 13.04 waktu Malaysia di Rumah Sakit Nyabau Bintulu, Sarawak karena Septic Shock Due to Meningoencephalitis (peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak). Aku datang bersama suster Laurentina, PI. Ketika kami tiba di Kargo, sudah banyak orang yang berkerumun untuk menjemput ME.

Tak hanya keluarga ME, Kargo juga dipenuhi oleh BP2PMI, Tim Jaringan Anti Human Trafficking, media dan pihak kepolisian. Dalam masa pandemi Covid-19, kedatangan jenazah harus dikawal oleh pihak kepolisian. Semua yang hadir juga wajib mengenakan masker dan berusaha menjaga jarak guna mencegah persebaran Covid-19.

Cukup unik bagiku karena diantara warna-warni pakaian yang dikenakan oleh orang-orang yang hadir dalam penjemputan, ada dua orang yang terlihat unik karena memakai Alat Perlengkapan Diri (APD). Dua orang tersebut adalah petugas BP2PMI yang akan masuk ke dalam kargo. Mereka bertugas menyemprot disinfektan pada peti jenazah yang tiba sekaligus mengangkut peti jenazah.

Sambil menanti kedatangan jenazah ME, saudari kandungnya mengenang kisah bersama ME. Ia menjelaskan bahwa wanita kelahiran 1985 tersebut sudah bekerja selama tiga tahun di ladang kelapa sawit Malaysia sebagai penyemprot pupuk. ME berangkat dari Indonesia pada Oktober 2017 lalu dengan meninggalkan dua orang anak. Ia terpaksa pergi merantau karena tidak ada yang membiayai hidupnya dan anak-anaknya. Suaminya pergi meninggalkannya begitu saja tanpa bertanggungjawab. Tidak ada pilihan, ME bertekad menyambung hidup dengan bekerja ke Malaysia melalui jalur tikus secara ilegal.

Tiba-tiba saja aku memperhatian air mata yang hangat mengalir dari sudut mata wanita itu. Wanita di depanku ini tak mampu membendung tangisnya. Ia mengaku sangat terbantu berkat kiriman uang dari Malaysia.

“Saya punya rumah yang di Kupang itu bisa berdiri karena dia kirim uang terus. Untuk kami, untuk anak-anaknya juga. Satu bulan dia bisa kirim lima sampai enam juta. Biar dia jauh, dia ingat dia punya anak-anak dan keluarga di sini. Tidak seperti suaminya yang sudah pergi,” ujarnya pilu.

Sesekali air mata yang menetes diusap dengan telapak tangannya. Aku bingung. Entah apa yang harus kulakukan untuk mengurangi kesedihannya. Sapuan lembut dibahu dengan kata-kata penguatanlah yang bisa aku berikan. Hanya itu.

Kesedihan karena kehilangan yang terkasih tidak akan bisa diobati, hanya penghiburan dari Allah Surgawi lah yang mampu memberikan kelegaan. Sebagai manusia, kita hanya bisa mengikhlaskan setiap peristiwa yang terjadi.

Pukul 12.47 WITA peti jenazah ME dikeluarkan dari bagasi. Suster Laurentina PI dan Mama Pendeta Emmy Sehartian sudah siap dengan sarung tangan dan masker. Petugas BP2PMI yang mengenakan APD segera masuk ke Area Kedatangan Kargo untuk memindahkan jenazah ke ambulans BP2PMI. Seluruh peti disterilisasi dengan menggunakan disinfektan.

Suster Laurentina, PI menyambut jenazah ME di Kargo Bandara El Tari Kupang pada 30 Mei 2020

Tangisan sedih pecah di bawah teriknya matahari. Cukup pilu dan menyakitkan bagi siapapun yang berada di lokasi. Mereka hanya mampu melihat dengan berlinangan airmata tanpa bisa menyentuh peti. Petugas BP2PMI menjalankan tugasnya dengan sigap sesuai protokol pencegahan Covid-19.

Mama Pendeta Emmy Sehartian segera menyambut jenazah ME dalam doa. Isakan pelan keluarga menahan tangis membuat bulu kudukku merinding. Kami tundukkan kepala, panjatkan doa dan berharap Sang Penyelenggara Ilahi menerima ME dalam lindungan kasih-Nya dan memulihkan hati keluarga yang remuk redam.

Pintu belakang ambulans segera ditutup setelah dua orang keluarga masuk kedalam mobil, sirine langsung dikumandangkan. Jenazah ME dihantar ke rumah duka di Dusun Kena, Kelurahan Amabi, Kecamatan Oefeto Timor, Kabupaten Kupang.

Kargo mendadak sepi. Suara sirene ambulans semakin sayup. Angis berhempus kencang membawa harum debu karang. Aku dan suster Laurentina PI segera berpamitan kepada mereka yang masih tertinggal.

Beristirahatlah dengan tenang dengan saudariku, amanlah engkau dalam pangkuan Bapa Surgawi dan semoga keluarga yang engkau tinggalkan mendapatkan penghiburan dan kekuatan dari-Nya. Aku pun berdoa bagi saudara dan saudariku yang masih menjadi pejuang devisa, baik secara legal maupun illegal. Semoga Allah Yang Maha Rahim memberikan kesehatan agar mereka dimampukan tetap berjuang meniti hari-hari kedepan untuk dirinya, keluarga dan orang-orang yang terkasih.