Sahabat Insan Hadiri Peringatan Hari Perlawanan Terhadap Hukuman Mati Sedunia

Sahabat Insan Hadiri Peringatan Hari Perlawanan Terhadap Hukuman Mati Sedunia
Poster Diskusi Virtual Peringatan Hari Perlawanan Terhadap Hukuman Mati Sedunia oleh Kabar Bumi

Dalam rangka memperingati Hari Perlawanan Terhadap Hukuman Mati Sedunia, Sahabat Insan turut serta hadir dalam acara Forum Diskusi Virtual yang diselenggarakan oleh Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi) pada Rabu (13/10/2021) pukul 14.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB.

Tema dalam acara Forum Diskusi Virtual tersebut adalah “Selamatkan Perempuan Migran Dari Hukuman Mati”. Acara diskusi diikuti oleh kurang lebih 100 peserta yang merupakan perwakilan dari jejaring kemanusiaan yang kerap berkolaborasi dalam menangani isu kemanusiaan di Indonesia.

Acara dipandu oleh Sekretaris Kabar Bumi, Nazza dan diisi oleh tiga pemateri yakni Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani yang digantikan oleh Fitri Lestari, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Afid Abdul Qoyim, SH yang menangani kasus MU dan Pengacara MJV Agus Salim, SH, MH. Sebelum acara dimulai, ada penayangan video terkait perjuangan keadilan bagi terpidana hukuman mati yang sebenarnya merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). 

Dalam paparannya, Fitri Lestari mengatakan ada sekitar 9 juta warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Sebagian besar dari jumlah tersebut bekerja di ranah domestik.

Faktor yang mendorong PMI untuk bekerja ke luar negeri menurut Fitri Lestari adalah faktor ekonomi seperti kemiskinan, keterbatasan lapangan pekerjaan, akses pendidikan yang terbatas, perkawinan anak dan KDRT. Situasi ekonomi tersebut justru menjerumuskan para PMI ke ranah pekerjaan yang eksploitatif serta tidak manusiawi.

Berdasarkan kasus di lapangan, sebagian besar PMI mengalami kekerasan fisik seperti jam kerja melebihi batas waktu, kurang istirahat, tidak mendapatkan asupan makanan yang layak dan mengalami kekerasan fisik. Selain itu, PMI juga mengalami kekerasan psikis seperti mendapat caci maki dari majikan yang rasis sekaligus cerewet, kehilangan alat komunikasi yang dirampas secara paksa oleh majikan, tidak memiliki waktu cuti dan mendapat ancaman pembunuhan. Ada juga kekerasan seksual seperti adanya tindakan pelecehan dan ancaman kekerasan seksual.

Meskipun sudah bekerja di negara penempatan, ada beberapa pekerja dari ekonomi menengah ke bawah (baik yang berasal dari Indonesia maupun luar negeri) yang tidak dibayar. Mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang tidak sesuai kontrak dan beberapa diantaranya justru dijadikan sebagai kurir narkotika seperti kasus yang menimpa MJV (pekerja asal Filipina) dan MU (pekerja asal Indonesia). Keduanya adalah perempuan rentan mengalami penipuan dan janji manis calo.

Pada kasus lain terdapat sekitar 13 PMI yang terpidana mati di luar negeri. Sebenarnya mereka terpaksa melakukan pembunuhan karena membela diri dari percobaan pemerkosaan majikannya. Namun tetap saja mereka wajib menjalani hukuman mati. Berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri pada September 2021, terdapat 201 WNI yang terancam hukuman mati. 64% diantaranya berjenis kelamin perempuan. 

Sehubungan dengan kasus hukuman mati, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Afid Abdul Qoyim SH yang menangani kasus MU dan Pengacara MJV Agus Salim, SH, MH membagikan kepada forum tentang kondisi korban yang mereka tangani. Hingga saat ini, kedua korban TPPO tersebut belum mendapatkan keadilan. MU dan MJV masih menjalani masa tahanan sebagai seorang narapidana Narkotika. Keluarga keduanya masih menanti keadilan yang berujung pada pembebasan keduanya.

Berdasarkan kasus tersebut, sangat jelas bahwa penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. PMI yang menjadi korban TPPO masih belum mampu lepas dari jerat hukum yang seharusnya dilimpahkan kepada para mafia narkotika kelas kakap yang sudah memperdaya keduanya. Oleh karena itu, masih perlu upaya lanjutan secara berjejaring dalam mengawal kasus dan memperjuangkan kebebasan bagi MU dan MJV.