Generasi Milenial Perangi Human Trafficking

Relawan Kemanusiaan Anti Human Trafficking Sahabat Insan, Arta Purba memberikan sosialisasi “Bahaya Human Trafficking” pada salah satu sesi Latihan Kepemimpinan Mahasiswa (LKM) ke XVI di Pusat Pastoral Mahasiwa (Margasiswa) Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 54, Klitren, Gondokusuman, Yogyakarta, pada Sabtu (2/11/2019).
Berbekal pengalaman menangani permasalahan human trafficking di Nusa Tenggara Timor pada 2018 yang lalu, Arta mengajak peserta yang merupakan perwakilan dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk membuka hati dan pikiran dalam mengasa asa, karsa dan rasa terkait penderitaan korban human trafficking dan mengenali praktik mafia dalam menjaring korbannya.
Sesi human trafficking pada LKM yang mengusung tema "Pemimpin yang Toleran dan Melayani" ini diawali dengan memberikan definisi human trafficking berdasarkan UU No.21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Pedagangan Orang. Human trafficking atau perdagangan orang merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan dan pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Sebagian besar Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT, menurut Arta, bekerja ke luar negeri melalui jalur illegal. Mereka memalsukan dokumen (KTP dan paspor) yang difasilitasi oleh para calo dan agen di lapangan atas iming-iming mendapatkan gaji tinggi (2 hingga 4 juta perbulan) dengan beban pekerjaan ringan seperti menjaga orang tua, sebagai pembantu rumah tangga dan bekerja sebagai buruh di perkebunan.
Namun faktanya, PMI yang berangkat dari jalur illegal mengalami hal diluar ekspektasi. Mereka dieksploitasi oleh agen, sponsor dan juga majikan secara tidak manusiawi seperti bekerja melebihi batas waktu yang ditentukan, mendapat kekerasan fisik, seksual dan psikis, bahkan hingga kehilangan nyawa. Sebelum dipekerjakan sebagai PMI, seluruh identitas diri disita oleh majikan, sehingga PMI tidak berani lari dari rumah majikan sekalipun mengalami penindasan. Pihak kepolisian Malaysia akan melakukan penahanan jika PMI tidak mampu menunjukkan identitasnya. Status mereka telah berubah menjadi imigran gelap.
Kendati demikian, mereka tidak punya pilihan selain bersedia untuk dipekerjakan sebagai PMI demi memenuhi kebutuhan hidup pribadi maupun keluarganya. Kondisi alam yang tidak mendukung (sumber air yang minim) serta sedikitnya lapangan pekerjaan di daerah asal membuat sebagian besar masyarakat NTT tergiur untuk bekerja ke luar negeri.
Peserta aktif memberikan komentar dan tangggapan dalam sesi Human Trafficking
Berdasarkan data di lapangan oleh tim relawan Komisi Anti Human Trafficking Susteran Penyelenggaraan Ilahi (PI), jumlah pengiriman jenazah dari negara penempatan ke daerah asal mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2017 sebanyak 67 jenazah, 2018 sebanyak 104 jenazah dan berdasarkan data penjemputan Jaringan Perempuan Indonesia Timor (JPIT) terhitung dari Januari hingga September 2019 sebanyak 95 jenazah. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah PMI yang dipulangkan secara diam-diam atau tanpa melaporkan ke Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Kupang.
Perdagangan manusia sejatinya memusnahkan dan merusak gambaran bahwa manusia secitra dengan Allah,. Untuk menentang praktik ini, khususnya di wilayah NTT, hal konkret yang telah dilakukan adalah dengan melakukan Pelayanan Kargo Bandara yakni menjemput jenazah PMI dan menangani berbagai permasalahan pemulangan PMI dalam kondisi hidup melalui kerjasama dengan tripartit diosesan yakni keuskupan pengirim, transit dan penerima. Melalui jaringan ini, ada banyak kasus PMI yang berhasil ditangani dengan baik, termasuk menyelamatkan korban yang masih hidup (dalam kondisi sehat ataupun sakit) maupun yang sudah meninggal sebagai korban eksploitasi.
Dalam sosialisasi, ditampilkan video seputar pelayanan Kargo di Bandara El Tari Kupang dan penjemputan jenazah sebagai wujud advokasi yang dilakukan oleh kaum religious kepada masyarakat NTT. Pelayanan ini bertujuan untuk menghargai jenazah yang berpulang merupakan citra Allah yang disambut dalam doa. Jika jenazah berasal dari luar NTT maka akan transit selama 1 hingga 2 malam di garasi Rumah Umum Daerah (RSUD) W.Z. Yohanes Kupang. Namun apabila jenazah berasal dari Kupang atau masih bisa ditempuh lewat jalur darat, maka akan segera di bawa ke rumah duka untuk disemayamkan oleh keluarga.
Kedatangan jenazah kembali ke tanah air tidak mengenal waktu, biasanya tiba secara mendadak pada siang, malam ataupun subuh dan dalam jumlah yang tidak bisa diprediksi. Pada satu waktu, ada kalanya 3 jenazah PMI tiba sekaligus di kargo bandara. Ketika jenazah sudah dipindahkan dari kereta kargo ke mobil ambulans, maka akan didoakan berdasarkan agama jenazah. Jika Kristen Protestan akan dipimpin oleh pendeta dan jika Katolik akan dipimpin oleh pastor, suster, frater ataupun aktivis kemanusiaan yang lainnya. Terkadang, ada beberapa jenazah tidak dijemput oleh pihak keluarga. Dalam hal ini, kaum religius yang melakukan pelayanan bertindak sebagai keluarga jenazah.
Salah satu peserta LKM menjelaskan mengenai action plan yang akan diwujudkan di dalam masyarakat
Diakhir sesi, Arta mengajak peserta untuk membuat action plan tindakan nyata sebagai upaya memerangi human trafficking. Dari 30 peserta yang hadir, terangkum beberapa rencana aksi yang akan diwujudkan setelah kegiatan LKM; pertama, membuat artikel mengenai bahaya human trafficking dan aktif menyebarkannya lewat media online (blog dan website) serta media sosial (facebook, Instagram, dan tweeter) sehingga isu human trafficking diketahui oleh masyarakat luas termasuk generasi milenial seusia mereka; kedua, mengumpulkan anak-anak kecil di daerahnya kemudian memberikan literasi melalui permainan kecil dan beberapa bahan pembelajaran yang ringan sehingga anak-anak tersebut merasa diperhatikan, terpelihara cita-citanya sehingga terhindar dari praktik human trafficking; ketiga, membuka ruang diskusi di kampus mengenai perkembangan isu-isu terbaru termasuk human trafficking untuk meningkatkan kewaspadaan di masyarakat; keempat, meningkatkan kepekaan terhadap sesama dan sikap saling terbuka sehingga jika ada teman, sahabat atau orang terdekat yang sedang dalam kesulitan (khususnya dalam hal ekonomi) tidak serta merta mengambil jalan pintas atau tergiur dengan tawaran uang; kelima bergabung dengan organisasi kampus maupun diluar kampus yang berfokus pada isu human trafficking dan turut mengambil bagian dalam pelaksanaan program kerjanya.
"Sebagai orang yang mengetahui permasalahan ini, kita tidak boleh hanya berdiam diri. Dengan tahu mengenai kasus ini, berarti ada sesuatu yang dituntut dari kita, yakni terlibat menjadi bagian dari penyelesaian salah satu permasalahan bangsa ini. Semoga dengan action plan yang sudah teman-teman rencanakan, dapat diwujudkan secara nyata setelah kegiatan ini sehingga bisa menolong sesama dari praktik human trafficking," pungkasnya.