Dua Jenazah di Awal April

Dua Jenazah di Awal April
Suster Laurentina PI menyambut jenazah PMI dalam doa di Kargo Bandara El Tari Kupang, pada Kamis 4 April 2019

4 April 2019

Aku kembali pada rutinitasku menemani Suster Laurentina PI menjemput jenazah PMI pada hari ini, Kamis (4/4/2019) pukul 12.00 WITA. Suster Laurentina PI segera menghampiriku yang masih sibuk dengan berbagai tugas kantor.

“Yuk, Jen,” ujarnya singkat.

“Iya suster. Beta simpan laptop dolo,” jawabku sembari bergegas mematikan laptop, merapikan kabelnya, menaruhnya ke dalam tas dan menyimpannya ke dalam laci lemari lalu bergegas mengeluarkan motor.

Informasi mengenai kedatangan jenazah PMI kerap kali mendadak sehingga harus selalu siap sedia kapanpun dan dimanapun ketika dibutuhkan. Segera kulajukan si motor merah setelah Suster Laurentina PI duduk di belakangku. Jam digital di hp, menunjukkan pukul 12.16 WITA. Kargo bandara tidak pernah seramai ini. Aku kaget melihat dua mobil jenazah yang terparkir di lapangan Kargo yakni mobil ambulans BP3TKI dan mobil ambulans RSUD Prof. Dr.  W. Z. Yohanes Kupang.

Hari ini ada dua jenazah yang tiba di Kargo, IGBN dan LR. Kerumunan orang memenuhi tempat penitipan jenazah dan di sekitar pohon beringin yang tumbuh di tengah lapangan Kargo.

Beta pung nama Jeny. Beta deng suster tadi,” ujarku sembari menyodorkan tangan kepada tiga orang bapak yang merupakan keluarga merupakan keluarga dari IGNB.

Bapak itu segera memperkenalkan istrinya padaku, AO. Ia merupakan mama kecil dari IGBN. Dari penjelasan mereka, aku mengetahui bahwa sudah tujuh tahun IGBN bekerja di Malaysia sebagai buruh di ladang kelapa sawit.

Keluarga tidak percaya bahwa penyebab meninggalnya almarhum IGBN diakibatkan kecelakaan lalu lintas. Ia mengalami cidera yang serius pada bagian kepala dan menghembuskan nafas terakhir pada Sabtu (23/03/2019).

Ko tangan putus begitu tu adi. Muka su ancor ju. Kita pung keluarga dulu ada ju yang kecelakaan parah ma sonde ada yang sampe ancor begitu, langsung mati sa. Itu orang bunuh tu. Sonde mungkin kalo kecelakaan na sampe begitu. Ko dong ada ketumu bekas tatusuk di lambung,” ujar AO.

(“Kenapa tangannya putus begitu adik. Wajahnya juga sudah hancur. Dulu, keluarga kami juga ada yang meninggal karena kecelakaan tetapi tidak sampai hancur begitu, langsung meninggal. Itu dibunuh orang. Tidak mungkin kalau kecelakaan sampai begitu. Buktinya ada luka bekas tusukan di lambungnya,” ujar AO)

Almarhum IGBN awalnya berangkat secara resmi, namun setelah itu ia menjadi PMI ilegal. Kami menunggu di suhu yang panas siang ini, mencari tempat berteduh aku bertemu dengan tiga orang keluarga dari almarhum LR. Dari mereka aku mengetahui LR sudah merantau selama kurang lebih dua puluh tahun di Malaysia. Aku terkejut. Dua puluh tahun di Malaysia? Bagaimana mungkin?

“Mungkin dia di sana su enak. Dia ju jarang pulang. Dia pung istri deng ana ju di Ende sana,” ujar salah satu dari mereka. Ternyata efek dari kenyamanan bisa menahan seseorang untuk tidak kembali. Aku benar-benar tercengang. Selama ini, jenazah yang kujemput telah meninggalkan kampung halaman selama belasan tahun, namun kali ini dua puluh tahun. Mungkin saja yang lebih dari dua puluh tahun juga ada.

LR tutup usia 55 tahun. Pria asal Ende ini lahir dan besar di Desa Wologal Dua, RT 002, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende.

Jenazah yang pertama keluar dari kargo adalah IGNB, peti jenazahnya di masukkan ke dalam mobil jenazah BP3TKI. Berbondong-bondong mereka mengerumuni mobil jenazah, melingkari mobil tersebut, Suster Laurentina PI pun turut serta di antara kerumunan itu dan memegang sejenak ujung peti sebelum akhirnya turut serta dalam doa yang dipimpin oleh seorang Ibu Pendeta.

Meskipun banyak yang hadir, aku tidak mendengar adanya tangisan. Mungkin, mereka sudah lelah menangisi saat pertama kali mengetahui kematiannya. Kerumunan itu lalu bubar, mereka mengikuti mobil jenazah yang melaju lebih dahulu dengan kendaraan mereka. Tujuan mereka adalah RT 026 RW 11, Lingkungan Kampung Baru, Kelurahan Penfui, Kecamatan Maulafa.

Kargo bandara kembali lengang. Beberapa orang mengangkat peti jenazah milik LR. Keluar dari area yang sebenarnya di larang masuk selain petugas. LR disambut dalam doa oleh Suster Laurentina PI. Terhitung ada delapan orang yang dengan khusyuk mendoakannya.

LR segera di bawa ke RSUD W. Z. Johannes Kupang. Bunyi sirene mobil ambulans memekik membelah jalan hingga ke tujuan. Malam ini, pukul 19.00 diadakan doa arwah untuknya.

Tidak berlama, aku langsung menarik gas setelah berpamitan dengan keluarga LR yang masih ada di Kargo. Perutku sudah mulai keroncongan.

Hari ini merupakan pengalaman pertamaku menjemput dua jenazah PMI sekaligus. Jenazah di awal April ini membawa duka tersendiri bagiku. 1 April lalu, aku berharap agar tidak ada orang NTT yang pulang dalam peti. Namun, kenyataan berkata lain. Semoga IGNB dan LR beristirahat dengan tenang dalam pangkuan Allah Bapa.  

Pukul 18.35 WITA aku mengendarai si Merah. Namun kali ini aku bersama Suster Matilda PI untuk mendoakan LR di rumah sakit W.Z. Yohanes Kupang. Ketika tiba di sana, keluarga LR sudah menanti kami. Suster Matilda PI di bantu oleh salah satu keluarganya menyalakan sebuah lilin dan dilekatkan di dekat peti jenazah.

Dengan khusyuk, kami melaksanakan ibadat arwah. Aku di tugaskan untuk membaca Alkitab. Usai berdoa, kami tidak segera pulang sebab Suster Matilda PI masih menenangkan keluarga lewat kata-kata peneguhan. Setelah bercengkerama panjang, kami kembali pulang. Aku segera memarkirkan si Merah dan segera menyiapkan bahan makanan untuk dimasak esok pagi. Setelah itu, aku segera beristirahat, meletakkan kepala di pembaringan.

***