Jenazah di Awal Maret 2019

Jenazah di Awal Maret 2019
Jenazah RM tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang

14 Maret 2019

“Kami harus menerima kenyataan, bahwa betul ini provinsi jenazah,” ujar Mama Pendeta Emmy, salah satu pelayan kemanusiaan Kargo dalam video berdurasi 30 detik yang ditayangkan oleh Metro TV. Video tersebut merupakan trailer untuk NSI ‘Pulang Tinggal Nama’ yang disiarkan secara nasional dari stasiun televisi milik Surya Paloh. Didorong rasa penasaran, aku berusaha mencari tahu video lengkapnya. Setelah berkutat dengan handphone akhirnya aku menemukannya.

Setelah menontonya, pada siang hari aku menemani Suster Matilda PI dan Suster Laurentina PI untuk menjemput jenazah atas nama RM yang merupakan jenazah pertama di bulan Maret 2019. RM merupakan adalah jenazah ke-28 di tahun 2019 ini.

Mendung yang menggantung di langit menjadi pemandangan awal bagiku saat mengeluarkan motor. Apakah akan turun hujan sebagai pertanda alam yang juga turut berduka? Harapku, semoga cuaca bersahabat sehingga penjemputan jenazah RM bisa berjalan dengan lancar. Jenazah RM direncanakan tiba pukul 12.45 WITA dengan Garuda 438. Untung saja kami tiba di Kargo Bandara El Tari Kupang pada pukul 11.57 WITA.

Meskipun bukan pertama kalinya menjemput jenazah, namun perasaan sedih itu selalu saja menghantuiku. Apalagi ketika kulihat berkas almarhum RM yang meninggal akibat pneumonia atau radang paru-paru di rumah penginapan di Ladang Jenderata Division 2, Perak, Malaysia pada Rabu (6/3/2019), pukul 06.30 WITA.

Keluarga yang berjumlah kurang lebih delapan orang hadir beberapa menit setelah kedatangan kami. Salah satunya adalah adik kandung RM. Ia mengaku bahwa RM sudah menjadi kakak yang baik bagi keempat saudaranya. RM bahkan bersedia membiayai pendidikan adik-adiknya sekalipun harus merantau ke negeri tetangga, Malaysia. RM resmi meninggalkan kampung halamannya, Dusun Fatubesi, RT/RW 002/001, Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto, Kabupaten Belu, NTT pada awal 2010 lalu. Di Malaysia, RM bahkan sudah memiliki calon istri yang juga berasal dari Flores, NTT.

Awalnya, RM bekerja di kebun kelapa sawit Malaysia selama kurang lebih dua tahun. Seiring berjalannya waktu, RM beralih profesi karena gaji yang selama ini diperolehnya tergolong sangat sedikit dan tidak sesuai dengan beban pekerjaan yang terlalu berat. RM memutuskan berhenti dengan cara melarikan diri dan bekerja sebagai kuli bangunan hingga akhir hayatnya.

Sepuluh menit kemudian, Pak Stef, salah satu anggota Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) datang bersama dengan seorang ibu dan seorang bapak yang juga merupakan petugas BP3TKI Kupang, mereka yang nantinya akan ikut mengantar jenazah bersama keluarga. Diikuti dengan kehadiran Mama Maria Hinggi, Kakak Ardi dan Kakak Aris, beserta dua orang wartawan.

Ditengah hiruk pikuk Kargo bandara, suara yang sambung menyambung, matahari yang pelan-pelan mulai mengeluarkan sengatnya, isakan kecil lolos dari bibir sang adik. Ia duduk di bawah pohon beringin, tertunduk dengan air mata yang mengalir.

Aku terdiam sejenak, memperhatikan adik kandung almarhum, lalu mendekatinya yang duduk bersama dua orang sahabatnya. SM namanya. Jemariku naik di punggungnya, mengelus perlahan sebagai tanda simpati. Isakan itu terdengar sedikit lebih keras, menarik orang-orang di sekitarnya. Suster Matilda PI ikut memberikan penguatan kepadanya dan menyodorkan beberapa lembar tissue.

Pekerjaan yang paling membosankan adalah menunggu, namun kali ini bukanlah rasa bosan, melainkan penuh dengan rasa debar-bebar khawatir. Selama apapun itu, menunggu itu akan ada akhirnya. Peti jenazah tiba di Kargo. Lolong tangisan dan jeritan terdengar. Adik RM bahkan tidak sanggup untuk melangkahkan kakinya dan terduduk di jalan Kargo. Tubuhnya ditopang oleh kedua sahabatnya dan suster Matilda PI. Ia berusaha berdiri. Airmatanya mengalir deras. Bersandar dibahu suster ia berbisik pelan, “Kakak bilang nanti datang jemput kakak di Kupang, tapi beta datang jemput kakak pung jenazah.” Sambil memeluk peti jenazah kakaknya, ia menjerit mengeluarkan dukanya.

Kami segera menyambut jenazah dalam doa yang dipimpin oleh Frater Robin, CMF. Tidak lama kemudian, calon isteri dari almarhum RM tiba di kargo. Ia ikut mengantar kepulangan jenazah calon suaminya, meskipun dengan penerbangan yang berbeda. Ia berdiri tepat di sebelah sang adik, memandangi peti jenazah sambil berurai airmata. Ia memeluk peti jenazah untuk terakhir kalinya.

Adik RM menyambut peti dalam pelukan dan isak tangis

Dua orang saudaranya ikut masuk dalam mobil jenazah, sedangkan yang lainnya dengan sebuah mobil tumpangan yang lain. Jenazah segera diantar ke kampung halaman di Belu dengan menempuh sepuluh jam perjalanan. Harapku, semoga tidak ada kendala dalam perjalanan mereka, semoga keluarga di berikan kekuatan dan ketabahan, dan semoga almarhum beristirahat dengan tenang. 

***